Tuliskan Cerita Tentangku!
7/04/2014 02:55:00 PM
Kamu dan secangkir kopi sastra
, Posted in
cinta
,
0 Comments
Suatu kali,
kamu pernah berujar “tuliskan cerita tentangku!!!”. Maka detik ini kuputuskan
bercerita tentangmu. Tetapi, bolehkah aku menyisipkan namaku disela-sela cerita
tentangmu? Karena bukankah dalam cerita tentangmu yang aku ketahui, selalu ada aku yang kemudian -meski tak berapa lama- pernah menjadi ‘kita’?
Suatu kali, aku pernah menulis
sebuah cerita cinta nan mengharukan, lalu kamu memaksaku untuk memasukkan
namamu dalam cerita itu. Kubilang “cerita ini tak pantas untuk kauperankan.
Lain waktu, akan kubuatkan cerita tentangmu, dan akan kujadikan kamu tokoh
utamanya”. Hari ini kutepati janjiku. Kujadikan kamu tokoh utama dalam cerita
ini, karena bukankah sudah pernah kukatakan padamu, sekali aku berjanji, maka pantang untuk kuingkari.
Tentu kamu masih ingat awal kali
kita bertemu di sebuah senja yang memesona. Kala itu, aku tak berani menyapamu.
Kupikir kamu adalah pribadi jutek dan mengerikan. Nyatanya, hari-hari
berikutnya saat semesta mempertemukan kita lagi, baru kutahu, kamu adalah
pribadi paling menyenangkan. Kabar baiknya, sikapmu yang menyenangkan itu
kutemukan setiap hari. Ya, setiap hari, karena Tuhan berbaik hati mempertemukan
kita setiap hari.
Ah iya, masihkah kamu ingat saat
semakin hari kita semakin akrab saja? Menghabiskan banyak waktu berdua. Berdua?
Ah tidak juga sih. Kita menghabiskan banyak waktu bersama teman-teman yang lain
juga. Tetapi bagiku, asalkan ada kamu di dalamnya, maka sempurnalah momen kita
berdua, tak peduli berapa pun banyaknya orang di sekitar kita. Tetapi jangan
salah, kita pernah memiliki momen yang hanya kita lewati berdua, bukan?
Berkeliling kota dengan sepeda motor sederhana misalnya, atau duduk berdua di taman sambil bercerita ngalor-ngidul diiringi tawa renyahmu, dan aku dengan takzimnya mendengar
celotehmu yang nyaring cenderung cempreng itu.
Iya. Aku kerap kali mengomentari
suaramu yang nyaring itu. Aku meledekmu, hingga pipimu bersemu merah. Tetapi
mungkin saja pipimu akan lebih bersemu merah andainya kamu tahu, bahwa dibalik
ejekanku atas suaramu, sebenarnya aku selalu merindukan suaramu itu, meski aku
tak pernah mengatakannya terang-terangan. Kuputar berkali-kali voice note yang kaukirimkan di smartphone milikkku, hanya agar rasa
kangen akan suaramu berkurang. Aku tatap berkali-kali fotomu yg tersampir
senyum tipis, hanya agar terobati rindu lantaran dua-tiga hari tak bertemu. Aku
selalu menanti senyummu, tatapmu, tawa renyahmu, bahkan teriakan jenakamu yang
kadangkala mengagetkanku. Bagaimana mungkin aku tidak mencintai senyummu itu,
matamu itu. Semuanya. Bagaimana mungkin aku bisa lupa, hari-hari terbaik yang
telah kujalani bersamamu.
Sayangnya, saat menulis ini aku
sudah tak pernah lagi bertemu denganmu. Ya, kau memang harus secepatnya pergi.
Tidak hanya pergi dariku, tetapi juga pergi dari semua kenangan-kenangan kita.
Kenangan yang telah terukir manis dan tersimpan dalam entah berapa gigabyte
besarnya di otak kita masing-masing. Apalagi penyebabnya kalau bukan karena
dia. Dia yang akhirnya kau pilih, ah maksudku dia yang akhirnya memilihmu, dan
lantas kau menerimanya tanpa bertanya dahulu padaku dengan pertanyaan semisal ;
apakah aku akan baik-baik saja jika akhirnya kau menerima dia? Atau pertanyaan lain, apakah aku tidak terluka
dengan keputusan yang kau ambil. Tetapi kau selalu benar. Apa pentingnya
meminta pendapatku. Memangnya aku ini siapa? Pacarmu? Tentu saja bukan, kan?
Karena setiap kali kita jalan berdua dan setiap kali pula temanmu bertanya,
“ini siapa?” kau lantang menjawab, “hanya teman”. Lagi-lagi kau selalu benar.
Aku memang hanya seorang teman untukmu. Jika aku menginginkan lebih, bukankah
aku harus menyatakan cinta terlebih dahulu? Dan sialnya, aku tak pernah sempat
mengatakannya, hingga akhirnya dia datang tiba-tiba, mengambil alih semua
perhatian dan waktumu. Sungguh aku takkan sempat, takkan pernah sempat.
Apakah aku membencimu? Tentu saja
tidak. Bagaimana mungkin aku bisa membencimu, sedangkan tulisan ini saja kubuat
untuk memenuhi janjiku; menulis cerita tentangmu. Entah kenapa aku selalu ingin
dan selalu bahagia menepati janji kepadamu. Mungkin saja, menepati janji padamu
adalah salah satu pekerjaan paling ringan yang bisa kulakukan meskipun
sebenarnya aku selalu menjanjikan hal yang berat dan sulit untuk ditepati.
Tetapi, saat mengucapkannya padamu, aku selalu bisa mewujudkannya. Walaupun
kuakui, ada satu-dua janji yang belum kutepati, tetapi bukan karena aku tak
bisa menepatinya. Lebih karena kau yang tak lagi membutuhkannya ; janji tentang
bunga edelweiss misalnya. Suatu hari kau pernah merajuk meminta dipetikkan
edelweiss, bukan?
Bagaimana mungkin aku membencimu
meskipun kau meninggalkanku sendirian? Karena aku tahu, dan semoga dugaanku
benar. Kau masih sering mencari tahu tentangku, bukan? Kau juga masih mengamati
twitterku, facebook maupun blogku. Jika memang demikian, maka itu pula yang
kulakukan. Diam-diam aku masih juga sering mengamati facebook, twitter dan
instagrammu. Bahkan lebih dari itu, masih kusebut namamu dalam satu-dua kalimat
doa yang kupanjatkan tiap malam.
Aku mengikhlaskan kepergianmu (jika
sekarang belum, setidaknya nanti pasti). Maka tak usah khawatir berlebihan padaku. Bagiku, kau tak ubahnya
seperti tiket kereta api yang hilang tepat saat kereta itu datang. Tak berapa
besar pengaruhnya bagiku, hanya sedikit mengubah jadwal perjalanan hidupku. Perjalanan
hidup untuk menemukan jiwa indah yang dengan bangga kusebut sebagai belahan
jiwa.
Aku akan selalu menganggapmu spesial,
setidaknya sampai aku bertemu dengan seseorang yang baru yang sama spesialnya
denganmu. Tetapi mungkinkah aku masih bisa menemukannya? Perempuan berhati
bening, sahabat paling peduli, kawan paling menyenangkan dan calon isteri
paling ideal untuk lelaki hebat manapun.
Kamu adalah perempuan tak lazim yang
pernah kukenal. Kamu dengan kecantikan yg kaupunya, dengan segala kelebihan
yang kaumiliki, seharusnya kamu bisa bersikap seperti wanita lain, tebar pesona
di mana-mana, memilih bergaul dengan perempuan lain yang sama high class-nya,
atau wara-wiri ke tempat-tempat mewah nan eksklusif. Tetapi kamu, malah memilih
tampil apa adanya, memilih tetap rendah hati tanpa sesenti pun kesombongan,
selalu sederhana meski kesan bidadari terpancar jelas pada dirimu. Tanpa
memandang kaya-miskin, tua-muda, asal-usul, Kamu mau bergaul dengan siapa saja,
termasuk aku. Kamu selalu mau kuajak ke tempat antah-berantah sekalipun. Bahkan
bisa-bisanya kamu sedemikian bahagianya saat kuajak mengitari pematang sawah walau
hanya dengan sepeda motor tua.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, mari
membaca lanjutan ceritanya pada buku Cerah dalam Cinta....................................................................
............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
membaca lanjutan ceritanya pada buku Cerah dalam Cinta....................................................................
............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................
Abdurahman
el-farizy
Mampang
Prapatan, 6 Ramadhan 1435 H/jumat 4 juli 2014 14:37 WIB
0 Response to "Tuliskan Cerita Tentangku!"
Posting Komentar