Tuliskan Cerita Tentangku!



        Suatu kali, kamu pernah berujar “tuliskan cerita tentangku!!!”. Maka detik ini kuputuskan bercerita tentangmu. Tetapi, bolehkah aku menyisipkan namaku disela-sela cerita tentangmu? Karena bukankah dalam cerita tentangmu yang aku ketahui,  selalu ada aku yang kemudian  -meski tak berapa lama- pernah menjadi ‘kita’?

            Suatu kali, aku pernah menulis sebuah cerita cinta nan mengharukan, lalu kamu memaksaku untuk memasukkan namamu dalam cerita itu. Kubilang “cerita ini tak pantas untuk kauperankan. Lain waktu, akan kubuatkan cerita tentangmu, dan akan kujadikan kamu tokoh utamanya”. Hari ini kutepati janjiku. Kujadikan kamu tokoh utama dalam cerita ini, karena bukankah sudah pernah kukatakan padamu, sekali aku berjanji, maka pantang untuk kuingkari.
            Tentu kamu masih ingat awal kali kita bertemu di sebuah senja yang memesona. Kala itu, aku tak berani menyapamu. Kupikir kamu adalah pribadi jutek dan mengerikan. Nyatanya, hari-hari berikutnya saat semesta mempertemukan kita lagi, baru kutahu, kamu adalah pribadi paling menyenangkan. Kabar baiknya, sikapmu yang menyenangkan itu kutemukan setiap hari. Ya, setiap hari, karena Tuhan berbaik hati mempertemukan kita setiap hari.

            Ah iya, masihkah kamu ingat saat semakin hari kita semakin akrab saja? Menghabiskan banyak waktu berdua. Berdua? Ah tidak juga sih. Kita menghabiskan banyak waktu bersama teman-teman yang lain juga. Tetapi bagiku, asalkan ada kamu di dalamnya, maka sempurnalah momen kita berdua, tak peduli berapa pun banyaknya orang di sekitar kita. Tetapi jangan salah, kita pernah memiliki momen yang hanya kita lewati berdua, bukan? Berkeliling kota dengan sepeda motor sederhana misalnya, atau duduk   berdua di taman sambil bercerita ngalor-ngidul diiringi tawa renyahmu, dan aku dengan takzimnya mendengar celotehmu yang nyaring cenderung cempreng itu.    
            Iya. Aku kerap kali mengomentari suaramu yang nyaring itu. Aku meledekmu, hingga pipimu bersemu merah. Tetapi mungkin saja pipimu akan lebih bersemu merah andainya kamu tahu, bahwa dibalik ejekanku atas suaramu, sebenarnya aku selalu merindukan suaramu itu, meski aku tak pernah mengatakannya terang-terangan. Kuputar berkali-kali voice note yang kaukirimkan di smartphone milikkku, hanya agar rasa kangen akan suaramu berkurang. Aku tatap berkali-kali fotomu yg tersampir senyum tipis, hanya agar terobati rindu lantaran dua-tiga hari tak bertemu. Aku selalu menanti senyummu, tatapmu, tawa renyahmu, bahkan teriakan jenakamu yang kadangkala mengagetkanku. Bagaimana mungkin aku tidak mencintai senyummu itu, matamu itu. Semuanya. Bagaimana mungkin aku bisa lupa, hari-hari terbaik yang telah kujalani bersamamu.
            Sayangnya, saat menulis ini aku sudah tak pernah lagi bertemu denganmu. Ya, kau memang harus secepatnya pergi. Tidak hanya pergi dariku, tetapi juga pergi dari semua kenangan-kenangan kita. Kenangan yang telah terukir manis dan tersimpan dalam entah berapa gigabyte besarnya di otak kita masing-masing. Apalagi penyebabnya kalau bukan karena dia. Dia yang akhirnya kau pilih, ah maksudku dia yang akhirnya memilihmu, dan lantas kau menerimanya tanpa bertanya dahulu padaku dengan pertanyaan semisal ; apakah aku akan baik-baik saja jika akhirnya kau menerima dia? Atau  pertanyaan lain, apakah aku tidak terluka dengan keputusan yang kau ambil. Tetapi kau selalu benar. Apa pentingnya meminta pendapatku. Memangnya aku ini siapa? Pacarmu? Tentu saja bukan, kan? Karena setiap kali kita jalan berdua dan setiap kali pula temanmu bertanya, “ini siapa?” kau lantang menjawab, “hanya teman”. Lagi-lagi kau selalu benar. Aku memang hanya seorang teman untukmu. Jika aku menginginkan lebih, bukankah aku harus menyatakan cinta terlebih dahulu? Dan sialnya, aku tak pernah sempat mengatakannya, hingga akhirnya dia datang tiba-tiba, mengambil alih semua perhatian dan waktumu. Sungguh aku takkan sempat, takkan pernah sempat.
            Apakah aku membencimu? Tentu saja tidak. Bagaimana mungkin aku bisa membencimu, sedangkan tulisan ini saja kubuat untuk memenuhi janjiku; menulis cerita tentangmu. Entah kenapa aku selalu ingin dan selalu bahagia menepati janji kepadamu. Mungkin saja, menepati janji padamu adalah salah satu pekerjaan paling ringan yang bisa kulakukan meskipun sebenarnya aku selalu menjanjikan hal yang berat dan sulit untuk ditepati. Tetapi, saat mengucapkannya padamu, aku selalu bisa mewujudkannya. Walaupun kuakui, ada satu-dua janji yang belum kutepati, tetapi bukan karena aku tak bisa menepatinya. Lebih karena kau yang tak lagi membutuhkannya ; janji tentang bunga edelweiss misalnya. Suatu hari kau pernah merajuk meminta dipetikkan edelweiss, bukan?
            Bagaimana mungkin aku membencimu meskipun kau meninggalkanku sendirian? Karena aku tahu, dan semoga dugaanku benar. Kau masih sering mencari tahu tentangku, bukan? Kau juga masih mengamati twitterku, facebook maupun blogku. Jika memang demikian, maka itu pula yang kulakukan. Diam-diam aku masih juga sering mengamati facebook, twitter dan instagrammu. Bahkan lebih dari itu, masih kusebut namamu dalam satu-dua kalimat doa yang kupanjatkan tiap malam.
            Aku mengikhlaskan kepergianmu (jika sekarang belum, setidaknya nanti pasti). Maka tak usah khawatir  berlebihan padaku. Bagiku, kau tak ubahnya seperti tiket kereta api yang hilang tepat saat kereta itu datang. Tak berapa besar pengaruhnya bagiku, hanya sedikit mengubah jadwal perjalanan hidupku. Perjalanan hidup untuk menemukan jiwa indah yang dengan bangga kusebut sebagai belahan jiwa.
            Aku akan selalu menganggapmu spesial, setidaknya sampai aku bertemu dengan seseorang yang baru yang sama spesialnya denganmu. Tetapi mungkinkah aku masih bisa menemukannya? Perempuan berhati bening, sahabat paling peduli, kawan paling menyenangkan dan calon isteri paling ideal untuk lelaki hebat manapun.
            Kamu adalah perempuan tak lazim yang pernah kukenal. Kamu dengan kecantikan yg kaupunya, dengan segala kelebihan yang kaumiliki, seharusnya kamu bisa bersikap seperti wanita lain, tebar pesona di mana-mana, memilih bergaul dengan perempuan lain yang sama high class-nya, atau wara-wiri ke tempat-tempat mewah nan eksklusif. Tetapi kamu, malah memilih tampil apa adanya, memilih tetap rendah hati tanpa sesenti pun kesombongan, selalu sederhana meski kesan bidadari terpancar jelas pada dirimu. Tanpa memandang kaya-miskin, tua-muda, asal-usul, Kamu mau bergaul dengan siapa saja, termasuk aku. Kamu selalu mau kuajak ke tempat antah-berantah sekalipun. Bahkan bisa-bisanya kamu sedemikian bahagianya saat kuajak mengitari pematang sawah walau hanya dengan sepeda motor tua.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, mari
membaca lanjutan ceritanya pada buku Cerah dalam Cinta....................................................................
............................................................................................................................................................
............................................................................................................................................................
...........................................................................................................................................................

Abdurahman el-farizy
Mampang Prapatan, 6 Ramadhan 1435 H/jumat 4 juli 2014 14:37 WIB
             

0 Response to "Tuliskan Cerita Tentangku!"

Posting Komentar

| Blogger Template by BloggerTheme powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme