Mengapa Prabowo, Padahal dulu Jokowi?



            Hingar-bingar kampanye politik masih saja terasa meskipun hari ini sudah memasuki masa tenang. Masih saja di sosial media entah Facebook, twitter, dan media-media online masih  ramai meneriakkan Prabowo maupun Jokowi. Bahkan, semakin gencar saja rasanya ketika pemungutan suara hanya tinggal hitungan tak lebih dari 2x24 jam. Hal ini wajar saja terjadi, pasalnya, di detik-detik terakhir-lah kita harus benar-benar yakin, dan di detik terakhir pula-lah banyak orang harus diyakinkan untuk memilih Presiden yang benar. Benar-benar membawa kemakmuran rakyat, benar-benar jujur dan benar-benar amanah mengemban dan menjalankan mandat dari rakyat.
            Tulisan ini tak akan serta merta membuat pendukung Jokowi tiba-tiba akan beralih mendukung Prabowo, sama sekali tidak. Tetapi mengapa saya menulis ini? tentu saja karena saya hanya ingin menyampaikan saja, menyampaikan yang seharusnya benar. Mengapa seharusnya? Karena kebenaran sejati tentu saja hanya milik Allah saja. Dan saya, tentu saja sama sekali tak berhak mengklaim secara absolut kebenaran itu.
            Kita selalu merasa memilih Jokowi-Jk adalah keputusan yang benar saat membaca tulisan dari pendukung Jokowi. Saat Jokowi begitu di dewakan dan Prabowo dikerdilkan. Maka saat itu, muncul-lah keyakinan kita untuk memilih Jokowi-JK. Pun pada saat membaca tulisan tentang Prabowo yang ditulis secara indah oleh pendukung Prabowo, maka sepertinya hati kita akan memilih Prabowo. Pertanyaannya, kita hanya boleh memilih satu saja, lantas ke mana arah pilihan kita saat berada di bilik TPS pada 9 juli nanti?. Begitu banyak sumber informasi yang masuk ke telinga, mata dan pikiran kita. Terlalu banyak. Tetapi tidakkah kita mencoba mencermatinya dengan hati? Karena mata memang selalu bisa melihat dengan jelas, tetapi hanya hati yang bisa melihat dengan jujur.
            Saya hanya ingin berbagi pengalaman kepada para pembaca semua tentang betapa saya dulu begitu mengidolakan sosok kerempeng bernama Joko Widodo. jika tak percaya, silahkan cek tulisan saya berjudul “Jokowi the Phenomenon” (cek di http://abdurahman-el-farizy.blogspot.com/2012/09/jokowi-phenomenon.html ) Dalam tulisan itu betapa saya mengagungkan Jokowi sebagai pemimpin ideal untuk Jakarta. Sayangnya, harapan tak selalu berjalan lurus dengan kenyataan yang ada. Janji indah tak selalu seindah kenyataan. Nyatanya, belum ada yang baru dari Jakarta, walaupun selalu dan selalu pihak Jokowi mengklaim Jakarta sudah lebih baik. Tetapi mari kita bertanya pada akal sehat, sudahkah Jakarta sebaik yang Jokowi janjikan?

            Lalu, saya terang-terangan mendukung Prabowo saat ini. mengapa? Bukankah Prabowo identik dengan orde baru. Bukankan berbondong-bondong anak muda termasuk para swing voter terpesona dengan Pesona Jokowi, dan lantang menulis, “I stand on the right side” di samping foto profil facebook mereka. Ah iya, Prabowo juga belum pernah memimpin institusi sipil apapun, kan? Sama seperti pak SBY pada tahun 2003 yang belum pernah menjadi walikota sekalipun, tetapi pada akhirnya bisa menduduki kursi  RI 1 selama sepuluh tahun. Lantas lagi-lagi kenapa harus Pak Prabowo yang katanya melanggar HAM itu? Kenapa harus Pak Prabowo yang menjadi ABRI saja dipecat? Kenapa harus pak Prabowo?
            Ternyata, jika dijawab dengan logis dan menggunakan mata hati, maka jawabannya selalu sederhana. Prabowo didukung para ‘Alim ulama dan para cendikiawan, Didukung hampir seluruh partai islam yang memang sejalan dengan mayoritas penduduk negeri ini. Prabowo tak pernah menunjukkan kepalsuannya, lihat saja saat beliau tak mengerti tentang TPID, beliau tak segan-segannya bertanya kepada Jokowi, apa itu TPID. Juga tak segan-segan menyatakan, “saya sependapat dengan yang dikatakan Pak Jokowi”. Bayangkan, beliau tak ragu membenarkan dan menyetujui pernyataan lawan jika memang apa yang disampaikan itu benar. Seorang Prabowo jauh dari kepura-puraan menjadi pemimpin sederhana, tetapi tetap menunjukkan sikap rendah hatinya. Janji Prabowo selalu bisa dinalar akal sehat, karena Prabowo hanya akan menjanjikan hal yang bisa Ia lakukan. Apa yang keluar dari mulutnya, itulah yang mampu dilakukan oleh seorang Prabowo. Bukankah kita selalu bosan dan akan terus bosan mendengar para politisi, mulai dari calon walikota sampai calon Presiden menjanjikan macam-macam, namun apa daya, keinginan setinggi langit, namun pencapaian sekaki bukit. Dan mengenai fitnah, Capres mana yang tidak difitnah di masa-masa kampanye bahkan pada saat para capres mendaftar? Kedua Capres difitnah dengan dahsyatnya, tetapi mari kita cermati siapa yang lebih elegan menjawab fitnah tersebut? Prabowo meski dengan sikap tegasnya, tak pernah nyinyir pada pihak lawan dengan menabuh gederang perang yang membuat suasana menjadi semakin gaduh, tetapi Prabowo selalu mengcounter dengan sebuah kebenaran tanpa menyalahkan pihak lain. Mengenai pemecatan, bukankah setiap yang dipecat tak selalu mereka yang hina dan menjadi terhina setelah dipecat? Pedagang curang misalnya, jika ia kebetulan merekrut anak buah yang jujur, apa mungkin sang bos yang curang  tak memecat anak buahnya yang jujur itu? Apa mungkin si anak buah yang menjunjung kejujuran itu mendadak menjadi hina karena dipecat lantaran terlalu jujur dalam menghadapi pembeli. Pun soal pengalaman, cukuplah sudah pengalaman Prabowo meski belum pernah menjadi wali kota atau gubernur sekalipun. Ah iya, soal pelanggaran HAM, sungguh KPU bekerja serampangan andainya meloloskan pelanggar HAM untuk nyapres dua kali berturut-turut sejak 2009 mendampingi Megawati.
            Maka dalam konteks memilih siapa pada 9 juli nanti. Tulisan ini tidak akan memberi efek apapun terhadap pilihan kita masing-masing. Semua akan berpulang kepada pilihan hati kita. Sekeras apapun saya meyakinkan semua orang memilih Prabowo, tetap saja yang cinta mati dengan Jokowi, akan tetap memilih Jokowi. Tetapi setidaknya, tulisan ini mampu memberi refleksi betapa memilih Prabowo bukanlah sebuah ‘wrong side’ (sebuah kesalahan). Setidaknya, tulisan ini meskipun jelas mengarahkan kita untuk memilih Prabowo, tetapi tidak berisi hujatan apalagi hinaan terhadap kubu Jokowi. Itulah yang membedakan tulisan ini dengan tulisan lain. Tulisan ini juga tidak akan memberi kepastian kubu Prabowo-hatta akan menang pada 9 juli nanti. Tapi lagi-lagi, setidaknya tulisan ini memberi kepastian bahwa dalam memilih salah satu pihak, tidak perlu menjelek-jelekkan pihak lain. Maka dengan begitu, makna dari sebuah perbedaan akan selalu indah. Dan semoga, siapa pun yang akan memenangkan kontestasi Pilpres tahun ini, adalah Presiden yang nantinya akan sebaik-baiknya memimpin negeri ini, bahkan jika di awal pelantikan seorang Presiden memiliki niat buruk sekalipun, Ia akan berubah, menjadi Presiden yang didamba-dambakan rakyatnya. Semoga..semoga
Terakhir, semoga Allah menggerakkan hati kita rakyat Indonesia untuk memenangkan calon Presiden yang benar meski di dalamnya akan ada usaha-usaha manusia untuk selalu menggagalkan kehendak Allah melalui kecurangan dalam pemilu. Namun apapun upaya yang dilakukan manusia  jika Allah berkehendak, maka tidak aka nada yang bisa mengubah kehendak-Nya.  

“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah : 216)

Abdurahman El-Farizy
Mampang Prapatan, 10 Ramadhan 1435 H/7 juli 2014 23:48

0 Response to "Mengapa Prabowo, Padahal dulu Jokowi?"

Posting Komentar

| Blogger Template by BloggerTheme powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme