Saat Kita Menua Bersama
11/25/2015 12:44:00 AM
Kamu dan secangkir kopi sastra
, Posted in
cinta
,
fiksi
,
masterpiece
,
Sastra
,
0 Comments
Suatu kali
kamu pernah bertanya seberapa lama aku
akan bertahan mencintaimu? Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan. Tetapi
jika kita diberi kesempatan untuk menua bersama, aku akan tetap di sini,
menemanimu setiap kali. Setiap hari. Meski dengan keriput di hampir seluruh
kulitmu dan gigi yang tak lagi bersisa. Dengan rambutku yang mulai memutih dan aku
menuntunmu atau kamu yang menuntunku karena salah satu dari kita tak mampu lagi
sempurna melangkahkan kaki. Kita akan tetap berbahagia karena bisa meluangkan
waktu seharian menikmati masa tua. Kita bisa mengisinya dengan ngobrol
berdua, nonton tv, atau sekadar
duduk-duduk sambil minum kopi atau teh.
Kamu mungkin
tidak secantik dulu lagi. Tetapi bagiku, kamu masih tetap cantik sesuai dengan usiamu.
Kita mungkin sudah tidak akan sekuat dulu lagi, ketika kita masih bisa
mengunjungi banyak tempat. Ketika kita bisa menaklukkan ketinggian ribuan Mdpl
berbagai puncak gunung karena kaki kita sudah tak lagi sehebat biasanya. Tetapi
waktu yang bisa kita habiskan di masa tua akan terasa lebih lama dibandingkan
ketika usia kita masih dua puluh tiga. Karena kita akan menikmati waktu-waktu
itu dengan percakapan-percakapan yang berisi tentang kenangan di masa muda. Kita
akan tertawa membicarakan masa lalu kita. Bukan, bukan masa lalu kita bersama
orang lain. Tetapi tentang kita berdua tentu saja. Kita melakukan flashback dari pertama bertemu hingga
sampai pada usia tua. Aku akan tertawa setiap kali mengingat momen-momen konyol
yang pernah terjadi di antara kita berdua. Tentang pertengkaran-pertengkarannya,
kebodohan-kebodohan mempertahankan ego masing-masing, tentang kecerewetanmu dan
kekeraskepalaanku, dan segala hal konyol lainnya yang membuat kita tak bisa
berhenti mengenangnya. Tetapi meski dengan semua itu, dengan semua pertengkaran
dan ego kita ketika masih muda dulu, kita masih bisa bertahan, sekarang dan
nanti.
Lalu setelah
itu, aku pasti bersyukur karena kita masih dibersamakan oleh Tuhan. Bahwa kita
masih bertahan sampai raga kita menua. Egoku besar, egomu jauh lebih besar. kamu
keras kepala, aku jauh lebih keras kepala. Tetapi kamu selalu mau berubah meski
harus lebih dahulu marah-marah. Dan aku mau bersabar agar tidak lebih lama
bertengkar atau membuat masalah itu menjadi lebih besar.
Dan mungkin
pada saat tua nanti, kamu akan mengatakan bahwa kamu pernah bertemu dengan
orang lain yang lebih baik dari aku. aku pun juga begitu. Tetapi kamu tetap
memutuskan untuk menjatuhkan pilihan padaku dan aku tetap memutuskan memilihmu.
Mungkin pernah terlintas untuk pergi, namun tak pernah bisa beranjak walau sesenti. Mungkin pernah bosan dan merasa tidak lagi sama dan tidak lagi saling mengerti, tetapi kemudian memperbaikinya lagi hingga kita tetap memutuskan
untuk tetap di sini. Kita masih di sini sampai sekarang ini.
Karena meskipun
sudah menua nanti, aku masih bisa bercanda tentang pipi keriputmu atau uban
panjangmu. Aku masih bisa meledek gigi ompongmu. Aku akan tetap berada di sini.
Mencintaimu lagi dan lagi.
Tangerang,
25-11-2015, 00:33 AM
0 Response to "Saat Kita Menua Bersama"
Posting Komentar