Jatuh Cintanya Sudah, Mengatakannya Saja yang Tidak Pernah
Aku mencintaimu sejak rambutmu masih berkepang dua. Sampai sekarang. Ketika rambutmu sudah tertutup kain yang tentu saja semakin membuatmu terlihat lebih anggun dan jelita.
Entah mengapa aku tak pernah bisa mengatakannya? Bukan. Bukan karena takut akan semua resikonya. Bukan karena takut membayangkan 'sudah susah payah merangkai kata-kata dan gemetar mengucapkannya' lalu kamu hanya akan menimpalinya, "Maaf aku tidak bisa" atau "Maaf, aku mencintai pria lain". Bukan itu. Hanya saja setiap kali ingin mulai mengatakannya, ada keraguan yang pelan-pelan menyelinap. Pelan memang, tetapi cukup untuk membuatku urung mengatakannya. Dan keraguan itu bukan terletak pada perasaannya. Bukan pada apakah aku benar-benar mencintaimu atau tidak. Tapi keraguan itu ada pada diriku sendiri. Tentang kepantasan menemanimu sepanjang usia. Menemanimu bercerita dan aku mendengarkannya setiap hari lalu kita menciptakan tawa di sana . Tentang kepantasanku kalau besok lusa kita menikah, apakah aku akan menjadi imam yang baik atau tidak. Dan yang paling penting adalah, apakah aku pantas untuk memperoleh balasan cinta yang sama?
Mungkin kamu sudah menyadarinya sejak lama, ketika aku menatapmu dengan tatapan yang tak biasa. Ketika tiba-tiba saja aku dilanda gugup setiap kali jarak di antara kita hanya sehasta. Karena dihadapanmu, tak ada lagi yang kusembunyikan kecuali tentang perasaan. semuanya sudah jelas terlihat. Gerak-gerikku, bahasa tubuh, tatapan, semuanya. Tetapi kamu tidak pernah benar-benar menanyakannya atau sekadar memastikan, benarkah itu cinta?. Ah iya, kita memang tidak pernah membicarakan soal itu bukan? bagaimana mungkin aku dan kamu akan membahas jauh tentang cinta, sedangkan untuk menguasai diriku sendiri agar tidak terlihat gugup ketika ngobrol denganmu saja susahnya setengah mati. Paling jauh kamu hanya akan bertanya apa makanan kesukaanku atau apa nama klub sepak bola favoritku. Dan aku, paling hanya bisa bertanya, "sekarang kamu sibuk apa?" Atau "liburan nanti mau jalan-jalan kemana?". Berhenti sampai di situ. Padahal inginnya aku bisa mengatakan, "sekarang kamu sibuk apa? Maukah kapan-kapan kita meluangkan waktu bersama-sama" dan juga kalimat semacam "Liburan nanti mau jalan-jalan kemana? Aku boleh menemani liburanmu?" Sayangnya kalimat itu tidak pernah benar-benar kukatakan.
Jadi yang bisa kulakukan sekarang adalah menyebut riuh namamu hanya di atas sajadah kala sepertiga malam. Sebab kata temanku, selalulah libatkan Allah dalam setiap urusan, juga cintamu. Maka siapa tahu besok lusa, semua rahasia tentang perasaan akan menemukan jalan terbaiknya.
Dan ketika kemarin Shabrina, sahabat dekatmu yang usil dan 'selalu ingin tahu' itu menodongku dengan pertanyaan, benarkah aku sungguh-sungguh mencintaimu. Maka kujawab saja padanya, "Jatuh cintanya sudah, mengatakannya saja yang tidak pernah"
Entah besoknya ia akan menyampaikannya padamu atau tidak.
-Arian
Selasa, Tanggal 12, Bulan 9, Tahun 2017 11:47 WIB
Di Poris, Batuceper-Tangerang
0 Response to "Jatuh Cintanya Sudah, Mengatakannya Saja yang Tidak Pernah"
Posting Komentar