Hingga Akhirnya Ada Dia
10/22/2014 12:06:00 AM
Kamu dan secangkir kopi sastra
, Posted in
cinta
,
fiksi
,
Sastra
,
0 Comments
Aku
sudah lupa bagaimana rasanya menunggu seseorang di depan pintu rumahnya.
Berdiri dengan sabar, sambil berharap ia keluar dengan anggunnya, untuk kuajak
pergi bersama. Menggandeng tangannya, yang efek bahagianya merembet sampai ke
hati.
Aku
sudah lupa bagaimana rasanya menatap mata seseorang, kemudian ia balas menatap dengan
tatapan penuh arti. Lalu setelahnya, kami sama-sama saling melempar senyum. Iya.
Siapa yang tidak tersenyum begitu saja jika dihujam tatapan seperti itu?
Aku
sudah lupa tentang suara merdu dari seberang telepon yang berbunyi, “selamat
pagi, kamu. Udah sarapan? Sarapan apa
hari ini?”. seseorang yang seolah tidak ada lelahnya memberi perhatian, pagi,
siang, malam. Seseorang yang selalu berusaha memastikan, –aku tetap baik-baik
saja.–
Aku
sudah lupa rasanya berjalan bersisian, bergandeng tangan, tanpa suara, namun
ada perasaan yang sangat menyenangkan di dada.
Aku
sudah lupa tentang menikmati
perbincangan di suatu senja, ditemani tawa renyah seseorang. Lalu ia menuangkan
secangkir kopi untukku dan untuknya. Membicarakan hal-hal apa saja,
menertawakan apa saja yang terjadi seharian ini, hingga mengurai cerita tentang
apa yang dirasakan masing-masing. Sampai-sampai lupa waktu, kalau ternyata hari
sudah larut malam.
Aku
sudah lupa bagaimana seseorang entah melalui suara di telepon, entah mengirim
pesan pendek, atau melalui jejaring sosial, yang menyampaikan kalimat, “aku kangen,
kita bisa ketemuan sekarang, nggak?”
yang tanpa basa-basi. Murni karena memang ingin benar-benar bertemu.
Aku
sudah lupa bagaimana melegakannya bercerita kepada seseorang. Lalu ia
mendengarkan ceritaku dengan takzim. Ia juga kerap membantuku menyelesaikan
satu demi satu masalah jika memang ada masalah yang kuceritakan kepadanya.
Abdurahman El-Farizy
Borju Boulevard, Ciputat. Tangerang Selatan
21 Oktober 2014, 23:03 WIB
0 Response to "Hingga Akhirnya Ada Dia"
Posting Komentar