Jodoh di Tangan Siapa?


Pernahkah anda berpikir siapakah yang akan menjadi jodoh anda?, atau ketika anda bertemu dengan seseorang yang menawarkan kedamaian dan kenyamanan di hati anda, lalu anda bertanya-tanya dalam hati, mungkinkah dia jodoh ku?
Jodoh adalah perkara yang menjadi kegalauan banyak orang.  Bagi orang-orang yang masih single, mereka pasti akan cemas menanti jodoh yang terbaik baginya. Pun sama halnya bagi mereka yang telah menikah, mungkinkah mereka menikah dengan jodohnya (belahan jiwanya) atau bukan?. Lalu, mereka yang galau karena salah memilih jodoh mencoba mendamaikan hatinya dengan berkata, “Jodoh di tangan Tuhan”.
Benarkah jodoh di tangan Tuhan?, jika benar, mengapa banyak orang yang tidak bahagia dengan jodoh yang dipilihkan Tuhan untuknya?. Mengapa banyak pernikahan  yang diwarnai dengan perselingkuhan dan  perceraian padahal pernikahan tersebut adalah keputusan dari Tuhan? Dan mengapa banyak orang yang mengeluh karena telah menikahi orang yang salah?, berarti itu sama artinya dengan menyalahkan keputusan Tuhan terhadap jodoh yang dipilihkan  kepadanya. 


Ternyata  Tuhan telah memberikan hak sepenuhnya kepada kita untuk memutuskan siapa jodoh kita. Tuhan memberikan kemerdekaan kepada kita untuk menentukan sendiri belahan jiwa yang akan kita persunting nanti. Maka, marilah kita menghapus kekhawatiran kita mengenai urusan jodoh yang keputusannya ada dalam genggaman kita sendiri & bukan mutlak dalam genggaman Tuhan, Karena jodoh bukanlah perkara yang khas dan khusus dengan perkara lainnya. Memilih jodoh konteksnya sama seperti memilih rumah, memilih pekerjaan atau memilih kendaraan. Hanya saja, jika salah memilih jodoh, dampaknya akan sangat fatal karena kualitas kebahagiaan seseorang ditentukan dari ketepatannya dalam memilih jodoh.

kemudian timbul pertanyaan bagaimana memutuskan jodoh yang tepat?. Tuhan telah memberikan hak prerogative kepada kita untuk memutuskan siapa jodoh kita. Maka tugas kita adalah menjadi sepantas-pantasnya pribadi untuk sebaik-baiknya belahan jiwa. Sebagaimana Tuhan juga telah mengatakan bahwa laki-laki yang baik untuk wanita yang baik dan laki-laki yang keji untuk wanita yang keji pula. Meskipun demikian, tak jarang ada orang yang mengeluhkan mendapat jodoh yang keji padahal orang tersebut adalah orang baik. Boleh jadi orang baik tersebut membiarkan dirinya memilih orang yang keji untuk menjadi jodohnya meskipun logikanya mengatakan orang tersebut bukanlah yang tepat untuknya. Logika seseorang dapat dilumpuhkan oleh cinta, banyak orang yang logikanya dibutakan oleh cinta sehingga membiarkan dirinya memilih orang yang salah untuk menjadi jodohnya, dan memaksakan diri menikah dengan orang yang tidak baik baginya. Maka jika kita ingin belajar memilih jodoh yang baik, belajarlah sebelum kita jatuh cinta. Karena sebelum jatuh cinta, kita bisa logis memilih dan memutuskan jodoh yang baik dan tepat.

Maka sekali lagi saya tegaskan Jodoh BUKAN di tangan Tuhan, tetapi atas persetujuan Tuhan. Bisa saja Tuhan menyetujui kita berjodoh dengan orang yang tepat maupun yang salah. Maka  jika kita hanya menginginkan Tuhan menyetujui perjodohan dengan orang yang baik, kuncinya adalah menjadi pribadi yang dekat dengan Tuhan, yang ikhlas menjadi pribadi yang terus memperbaiki kualitas diri dan siap untuk ditemukan oleh Tuhan dengan belahan jiwa yang membawa kebahagiaan dan kedamaian hati. Jadi, untuk saat ini tugas kita bukan memikirkan siapa yang akan menjadi jodoh kita, tapi berpikirlah bagaimana menjadi pribadi yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan jodoh yang seindah-indahnya. Karena, belahan jiwa kita hanya seindah jiwa yang kita miliki. Percayalah, belahan jiwa kita sudah dilahirkan dan saat ini entah sedang berada di mana. Tunggu lah saatnya hingga Tuhan mempertemukan kita dengannya. dan selama menunggu, semoga kita ikhlas membangun kepantasan diri untuk menjadi sebaik-baik pendamping baginya. amien

#Abdurahman el-Farizy#

0 Response to "Jodoh di Tangan Siapa?"

Posting Komentar

| Blogger Template by BloggerTheme powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme