Perspektif Cinta dari Mario Teguh
2/22/2012 05:35:00 PM
Kamu dan secangkir kopi sastra
, Posted in
Opini
,
0 Comments
Cinta adalah dorongan tidak logis yang mengharuskan kita dekat dan memiliki objek dari kecintaan kita. Karena semua ini adalah mekanisme yang dibangun Tuhan agar kehidupan berlangsung. Karena jika sudah tertarik seperti itu, laki-laki dan wanita tidak lagi memilih.
Saat dimana kita jatuh cinta akan terasa sesuatu yang indah, nyaman dan penuh warna. Lalu menggunakan kekuatan yang sama dalam pengertian2 yang baru, untuk menjadikan kita pribadi yang hidup dalam kecintaan yang menghebatkan hubungan kita dengan orang lain.
Sebetulnya kita tidak akan bisa menemukan cinta, kecuali kita mengijinkan cinta menemukan kita. Itu sebabnya kita harus menyediakan diri bagi cinta untuk menemukan kita dalam pergaulan2 yang baik, dalam impian dan perasaan yang baik, agar kita mudah ditemukan oleh cinta; karena cinta bukan sesuatu yang bisa kita karang atau kita produksi, cinta adalah hadiah. Untuk itu mari kita sediakan diri untuk dicintai oleh yang mencintai kita nanti.
Suara, ekspresi wajah, gerakan tubuh, pakaian yang dikenakan itu semua mengindikasikan kesiapan untuk dicintai. Ada orang yang tidak siap untuk dicintai diantaranya adalah orang sombong, melihat kejelekan lebih cepat, meninggikan diri, mengecilkan pendapat orang lain, dsb. Kalau kesiapan untuk dicintai ini bisa dilakukan dari awal muda sampai kita tua nanti, kenapa kita tidak memilih menjadi pribadi yang lebih mudah ditemukan oleh cinta?
Semua sifat baik yang dianugerahkan oleh Tuhan tidak bisa diunggul-unggulkan antara satu sama lain. Semua perasaan itu untuk memuliakan kita. Jadi bukanlah perasaannya, tapi kitalah yang menggunakan perasaan itu untuk memuliakan diri. Jika kita mengenal kata “Falling In Love” ada juga yang dinamakan “Falling Out Of Love”. Tidak lagi mencintai itu ada, buktinya banyak pernikahan yang baru berlangsung beberapa bulan bahkan beberapa hari saja sudah mulai bertengkar. Hal ini disebabkan sudah hilang ketidak-logisanya dan mulai kalkulatif. Kasih sayang itu lebih berniat, mengasihi itu ada kesungguhan, ada pengertian mengenai tanggung jawab, ada pengetian mengenai nilai diri; sehingga sebagai ayah mengasihi anaknya berdasarkan keputusan yang sangat logis, begitupun terhadap istri. Kalau hal ini disebut logis, berarti kasih sayang bisa dibangun dengan lebih terencana.
Kalau cinta kita harus menemukan diri kita ditemukan oleh cinta; tetapi kalau kasih sayag itu keputusan, apakah anda menjadi pribadi yang menyayangi orang lain atau tidak. Kalau anda amenikah, alasannya apakah anda harus menikah dengan dia, atau karena anda tidak bisa hidup tanpa dia?. Jika anda harus menikah dengan dia, yang lebih penting adalah anda-nya; tapi jika anda tidak bisa hidup tanpanya, maka yang lebih penting adalah dia. Kalau begitu orang yang melihat pasangannya, kekasihnya atau istrinya sebagai kekuatan kehidupannya, ia akan betul2 mencintainya daripada yang mau memiliki. Pekerjaan juga begitu, pekerjaan jangan hanya dilihat dari berapa banyak anda dapat, pekerjaan anda pilih karena menjadikan anda apa?.
Jadi bukan yang anda dapatkan, tapi pilihlah pekerjaan atau profesi yang menjadikan. Orang yang hanya dapat itu bisa dapat dimanapun dan setelah itu habis dibelanjakan.
Tetapi kalau anda bekerja ditempat yang menjadikan anda pribadi yang mahal, dan ditempatkan pada kedudukan2 yang tinggi, anda tidak harus bergantung pada satu tempat, karena anda dihargai, dimanapun anda berada.Maka pilihlah pekerjaan yang menjadikan, bukan hanya memberi. Tiga pihak yang terlibat dalam cinta adalah yang mencintai, yang dicintai dan cintanya. Cinta sejati ada pada di yang mencintai, jadi cara menemukan cinta sejati bukan di objeknya. Kemampuan mencintai adalah lebih penting daripada kualitas yang kita cintai. Seseorang yang hatinya indah, bukan karena mencintai sesuatu yang mudah dicintai.
Jangan melihat dan mensyaratkan keindahan dari yang akan kita cintai, tapi lihatlah kepada diri apakah anda betul2 ikhlas menjadikan diri anda pembahagia bagi jiwa yang lain.
Dalam proses mencintai dalam masa puber yang disebut cinta monyet itu, yang sebetulnya indah sekali bukan gadis kecil yang kita cintai itu, tetapi indahnya perasaan sebagai laki-laki sekarang “i’m in love” begitupun sebaliknya. Jadi keindahan dalam masa puber itu adalah keindahan menemukan diri sebagai pribadi yang sekarang mendewasa dan mampu memncintai. Ada anak-anak yang tumbuh dari masa puber yang pertama, masuk ke dalam masa puber yang kedua dengan pubertas yang sama dengan masa puber yang pertama. Sehingga banyak orang yang karir-nya bagus kemudian jatuh, karena ketertarikan fisik yang harusnya sudah selesai pada masa puber. Berapa banyak orang besar mengorbankan penghormatan jutaan orang karena urusan2 yang harus sudah selesai waktu 14 tahun. Jadi sebetulnya semua itu hanya masalah keputusan, apakah anda 14 tahun waktu jatuh cinta atau 44 tahun, masalahnya adalah menemukan diri sebagai pribadi yang mampu mencintai. Kalau kita ikhlas menjadi pribadi yang bisa dibungkus oleh Tuhan dalam kertas kado yang paling baik, diikat dengan indah, disemprotkan minyak wangi. Kalau kita bisa ditaruh dalam etalase dengan sorot lampu yang indah, mengapa tidak kita ikhlaskan hati, pikiran dan prilaku kita, untuk menjadi pribadi yang seindah itu, untuk Tuhan hadiahkan kepada sebaik-baiknya wanita atau sebaik-baiknya pria, untuk kemudian kita nanti menjadi sebaik-baiknya orang tua bagi anak-anak kita.
Ikhlaslah menjadi pribadi yang hatinya baik, karakter adalah kekuatan penarik rejeki. Jadilah orang yang hatinya baik, karena hati yang baik itu adalah tempat berkembangnya semua perasaan baik, sikap2 yang mulia, pikiran2 yang kuat dan terluncurnya tindakan2 yang bermanfaat bagi sesama. Ikhlaslah untuk menjadi pribadi dengan hati yang baik. Lalu perhatikan apa yang terjadi.
0 Response to "Perspektif Cinta dari Mario Teguh"
Posting Komentar